Dalam sejarah
kewajiban puasa diriwayatkan sebuah kisah. Ketika Allah SWT menciptakan akal
Allah SWT memanggilnya dan berfirman, “Menghadaplah ! “Akal pun datang menghadap. Kemudian
Allah SWT berfirman kembali, “Mundurlah !” akal pun mundur. Allah SWT bertanya, “Man anta wa man Ana (siapa
kamu dan siapa Aku) ?” Akal menjawab, “Anta robbi wa ana ‘abduka dho’if (Engkau
Tuhanku dan aku hamba-Mu yang lemah)” Allah SWT berfirman, “Wahai akal Aku
tidak menciptakan makhluk yang lebih mulia dari dirimu.” Kemudian Allah SWT menciptakan nafsu. Allah SWT memanggilnya dan berfirman, “Menghadaplah !” Nafsu tidak memberikan respon - cuek saja. Kemudian Allah SWT bertanya, “Man anta wa man Ana (siapa kamu dan siapa Aku) ?” Nafsu menjawab, Ana ana wa anta anta ( aku aku dan Kamu Kamu)” Karena jawaban ini nafsu dididik seratus tahun di panasnya api jahannam. Setelah dikeluarkan, Allah SWT bertanya, “Man anta wa man ana (siapa kamu dan siapa aku) ?” Nafsu menjawab, “Aku aku dan Kamu Kamu” Dengan jawaban ini, nafsu kembali di didik dengan panasnya api lapar seratus tahun. Setelah itu, Allah bertanya, “Man anta wa man ana (siapa kamu dan siapa aku) ?” Nafsu pun menjawab, “Engkau adalah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu yang lemah”.
Dalam praktek manusia di kehidupan dunia, puasa merupakan aktifitas
yang sudah sangat kuno. Di semua agama dan kebudayaan ditemukan praktek puasa.
Allah SWT berfirman,
يآاَيُّهَا اَّلذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كمَاَ كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُوْنَ ﴿۱۸۳﴾ اَيَّامًا مَّعْدُوْدتٍ ..... ﴿۱۸۶﴾
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar
kamu bertaqwa”, (yaitu) pada hari-hari tertentu....”. (Q.S. Al Baqarah/2 :
183, 184)
Menurut catatan Samirah Sayyid Sulaiman
Bayumi - tokoh
fiqh kontemporer dari Mesir - Nabi Nuh a.s. berpuasa sepanjang tahun.
Nabi Daud a.s melaksanakan puasa dengan cara sehari puasa dan sehari berbuka.
Sedangkan Nabi Isa a.s. berpuasa satu hari dan berbuka dua hari atau lebih.
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya
mengatakan bahwa sejak Nabi Nuh a.s. hingga Nabi Isa a.s. puasa wajib dilakukan
tiga hari setiap bulannya. Nabi Musa a.s. bersama kaumnya berpuasa selama empat
puluh hari. Dalam Q.S. Maryam dinyatakan Nabi Zakaria a.s. dan Siti Maryam sering
mengamalkan puasa. Nabi Daud a.s. sehari berpuasa dan sehari berbuka pada tiap
tahunnya. Nabi Muhammad s.a.w. sebelum diangkat menjadi Rasul mengamalkan puasa
tiga hari setiap bulan dan turut mengamalkan puasa Asyura (hari ke-10 bulan
Muharram) bersama masyarakat Arab Quraisy yang lain. Masyarakat Yahudi yang
tinggal di Madinah pada masa itu pun mengamalkan puasa Asyura.
Adapun untuk Nabi Muhammad s.a.w dan
umatnya puasa diwajibkan sebulan penuh di bulan Ramadhan dan dilaksanakan pada
siang hari. Perintah wajib puasa ini diterima pada tahun ke-2 Hijriyyah (tahun
kedua setelah Nabi Hijrah ke Madinah).
Menurut Encyclopedia of Religion,
bangsa-bangsa berkebudayaan tinggi sebelum masehi seperti bangsa Roma, Yunani,
Mesir Purba, Natches di Amerika Tengah, dan Cina berpuasa untuk memuja roh
nenek moyang, membersihkan dosa dan persiapan menjadi pemimpin atau ketua
agama.
Orang Yunani berpuasa pula sejurus sebelum
pergi perang. Orang Roma berpuasa jika diserang musuh untuk memperoleh
kemenangan. Mereka percaya puasa akan membuat kuat, karena mengajarkan
kesabaran dan ketahanan, yaitu dua nilai yang diperlukan untuk kejayaan dalam
perjuangan melawan musuh yang nyata dan nafsu yang tidak nyata.
Puasa juga dilakukan oleh orang Cina purba agar lebih tegar dalam menghadapi
berbagai cobaan dan kesengsaraan serta untuk menghemat bekal makanan.
Suku Indian di Amerika Utara berpuasa
sebelum atau sedang dalam ikhtiar untuk
mendapatkan visi.
Adat Mesir kuno, Babylon purba dan
beberapa suku di Peru sebelum zaman Colombus menganggap puasa sebagai salah
satu cara menebus dosa serta menunjukkan kesedihan atas kesalahan yang telah
dilakukan.
Menurut sumber lain, dari Mesir kuno
praktik puasa beralih ke orang Yunani dan Romawi.
Dalam agama Budha dikenal puasa sejak
terbit sampai terbenam matahari. Mereka melakukan puasa empat hari dalam
sebulan, yaitu pada hari-hari pertama, ke sembilan, ke lima belas dan ke dua
puluh. Mereka menamainya “uposatha”.
Orang Yahudi mengenal puasa selama empat
puluh hari sebagaimana riwayat puasa Nabi Musa a.s. selain itu, mereka ada
beberapa macam puasa yang dianjurkan bagi penganut-penganut agama ini,
khususnya untuk mengenang nabi-nabi atau peristiwa penting dalam sejarah
mereka.
Dalam praktik keberagamaan Nasrani dikenal
aneka ragam puasa yang ditetapkan oleh pemuka-pemuka agama mereka.
Ibn An-Nadim dalam bukunya al-Fahrasat,
sebagaimana dikutip Quraish Shihab dalam Tafsir Al Mishbah, menyebutkan agama
para penyembah binatang berpuasa tiga puluh hari dalam setahun. Selain itu, ada
pula puasa sunnah sebanyak 16 hari dan ada pula yang 27 hari.
Ada pula puasa sebagai penghormatan kepada
bulan, matahari. Selain itu, dikenal pula puasa penghormatan kepada bintang
Mars yang dipercaya sebagai bintang nasib.
Selain manusia, ternyata hewan dan tumbuh-tumbuhan
pun melakukan puasa demi kelangsungan hidupnya. Selama 21 hari mengerami telur,
ayam harus berpuasa. Ular berpuasa untuk menjaga struktur kulitnya agar tetap
keras, terlindung dari sengatan matahari, dan terlindung dari duri hingga tetap
mampu melata di permukaan bumi.
Wallaahu a'lamu bish shawaab
Wallaahu a'lamu bish shawaab