Bulan Ramadhan diakhiri dengan
takbir yang berkumandang menyambut ‘idul fithri. Hal tersebut diungkapkan di
antaranya pada surat Al-Baqarah ayat ke-185 :
… و لتكملوا العدة و لتكبروا الله على ما هدىكم
و لعلكم تشكرون
….dan hendaklah kalian sempurnakan bilangan (hari puasa bulan Ramadhan) dan hendaklah kalian mengagungkan Allah (bertakbir) atas (karena) hidayah-Nya yang dianugerahkan kepada kalian, supaya kalian bersyukur (kepada Allah)”
Pada ayat tersebut diungkapkan
bahwa takbir dikaitkan dengan adanya hidayah yang dianugerahkan Allah kepada
hamba-hamba-Nya. Dengan demikian, ayat ini menunjukkan bahwa mereka yang
menjalani bulan ramdhan dengan baik akan mendapatkan hidayah, akan mendapatkan
pencerahan.
Hidayah yang dianugerahkan itu
adalah hidayah yang membuat seorang hamba dengan sepenuh hati dan jiwanya
bertakbir – mengagungkan Allah - dan menjadi orang yang bersyukur. Hidayah itu
bila dicoba untuk dibuka, nampaknya setidaknya akan berisi tiga bagian :
- Kesadaran akan kemanusiannya serta kehambaan dirinya.
- Kesadaran akan keagungan dan kebesaran Allah.
- Kesadaran betapa kerdilnya seorang hamba di hadapan keagungan, kebesaran dan rahmat Allah, sehingga ia hanya bisa bersyukur memuji Allah karena semua yang ia terima hanyalah anugerah Allah semata.
Karena kesadaran itulah, maka
seorang hamba naik menjadi muttaqin – orang yang bertaqwa. Setidaknya, ketiga
kesadaran itu akan membawa taat melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi
segala larangan Allah. Ketaatan itulah salah satu definisi paling umum tentang
ketaqwaan. Orang yang taqwa adalah orang yang taat.
Pertanyaannya :
- Apakah kita telah menemukan pencerahan (hidayah) melalui proses Ramadhan kita ?
- Adakah pemahaman-pemahaman baru yang kita peroleh ?
- Adakah sekarang hati kita bergetar ketika nama Allah disebutkan ?
- Adakah limpahan syukur atas karunia yang kita dapatkan ?
- Adakah semangat untuk meningkatkan ketaatan ?
- Ataukah kita tidak mendapatkan peningkatan pemahaman, kesadaran dan ketaatan ?
- Menjadi lebih sibuk introspeksi dan memperbaiki diri atau lebih sibuk dan asyik mencari-cari dan mengorek-ngorek keburukan orang lain ?
Diri masing-masing yang bisa menjawab.
Diri masing-masing tahu, sudahkah mendapatkan hasil dari Ramadhan ataukah
belum. Diri masing-masing bisa melakukan evaluasi apakah berhak menyandang gelar
muttaqin ataukah tidak di akhir Ramadhan ini. Jujurlah dan temukanlah siapa
diri ini sebenarnya.
Wallaahu a’lamu bish shawaab
Referensi :
- Tafsir Al-Jalaalain karya Imam Jalaaluddiin Al-Mahalli rh dan Imam Jalaaluddiin As-Suyuuthi rh
- Tafsir Al-Futuuhaatul Ilaahiyyah karya Syaikh Sulaiman bin ‘Umar Al-‘Ajili Asy-Syafi’i rh
